Padahal, lanjut Zainudin, hadirnya PKS sebagai pemohon uji materi UU Pemilu ini merupakan pemenuhan panggilan konstitusional atau constitutional call yang sebelumnya disampaikan oleh MK dalam berbagai putusannya. Dalam putusan-putusan terkait PT 20 persen, permohonan selalu kandas karena dianggap tidak memiliki legal standing karena yang seharusnya maju sebagai pemohon adalah partai politik.
“MK sebelumnya menyatakan hal tersebut dalam putusannya. Dan kami penuhi panggilan konstitusional itu untuk menjawab keresahan masyarakat dengan mengajukan permohonan ini. Namun, kok kami tidak diberi kesempatan untuk melakukan pembuktian terhadap permohonan kami,” jelas Zainudin Paru.
Zainudin menekankan tujuan utama pengajuan uji materi UU Pemilu ini bukan masalah menang atau kalah, melainkan bagaimana angka presidential threshold dapat didiskusikan secara rasional dan proporsional dengan melibatkan masyarakat.
“Apabila diskusi tersebut tertutup di DPR dengan dikeluarkannya revisi UU Pemilu dari prolegnas prioritas, maka seharusnya gunanya peradilan seperti MK yang membuka kembali diskusi tersebut. Ini kok MK justru ikut menutupnya,” tutur Zainudin Paru.
Ia tidak mempersoalkan menang atau kalah, juga tidak mempersoalkan permohonan dikabulkan atau tidak. Namun, PKS lebih melihat bagaimana angka PT dapat didiskusikan secara proporsional dan rasional untuk mencegah sedikitnya kandidat capres dan mengakhiri perpecahan bangsa.
“Jadi, soalnya bukan menang atau kalah, permohonan kami dikabulkan atau tidak. Bukan itu soalnya. Namun, bagaimana angka PT didiskusikan secara proporsional dan rasional untuk mencegah sedikitnya kandidat capres yang disodorkan ke masyarakat dan bagaimana mengakhiri keterbelahan bangsa ini. Itu tujuan kami mengajukan permohonan ini,” tegas Zainudin Paru.
Halaman: 12selengkapnya
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Sumber: BeritaSatu.com