Jakarta, Beritasatu.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menandatangani Undang-undang tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP) pada Senin (17/10/2022).
Naskah UU yang terdiri atas 16 bab dan 76 pasal tersebut sudah dapat diunduh pada website setneg.go.id pada rubrik Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Kementerian Sekretariat Negara.
Penandatanganan UU PDP merupakan tindak lanjut dari langkah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR) yang telah mengesahkan RUU PDP menjadi UU dalam rapat paripurna di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (20/9/2022). Pengesahannya pun menjadi payung hukum yang kuat dan komprehensif untuk perlindungan data pribadi di tanah air.
Ketika itu, proses pengesahan UU PDP dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-5 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2022-2023. Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Lodewijk Freidrich Paulus dan didampingi oleh Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel. Indonesia menjadi negara kelima yang punya UU PDP di Asia Tenggara.
Rapat Paripurna pengesahan RUU PDP dihadiri oleh 295 anggota DPR yang terdiri atas 73 orang hadir secara fisik dan 206 orang hadir secara virtual (online). Sedangkan sebanyak 16 orang izin tidak bisa hadir. Dengan demikian, kuota forum (kuorum) telah tercapai.
Denda dan Pidana
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI yang juga merupakan Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU PDP Abdul Kharis Almasyhari berharap, pengesahan UU Perlindungan Data Pribadi dapat menjadi solusi untuk mengatasi kebocoran data yang semakin marak di Tanah Air akhir-akhir ini. Pengasahan UU Perlindungan Data Pribadi akan dapat memastikan sanksi denda bagi yang membuat kebocoran data pribadi.
"Kita harapkan UU ini menjadi solusi bagi adanya banyak kebocoran data yang semakin hari semakin banyak jumlahnya dan volumenya makin gede dan itu artinya sangat merugikan subjek data pribadi,” ungkapnya, setelah pengesahan UU PDP di DPR.
Seperti kita ketahui, pada September lalu, terdapat setidaknya empat dugaan kebocoran data pribadi yang dikelola oleh korporasi dan lembaga pemerintah. Terdapat dugaan kebocoran 1,3 miliar data kartu seluler (SIM card), 26 juta data pelanggan IndiHome, 17 juta pelanggan PLN, serta 105 juta data pemilih milik KPU dan dijual di pasar gelap online.
Melalui UU tersebut, dia juga memastikan ada ancaman sanksi denda bagi entitas perusahaan yang membuat kebocoran data pribadi. "Kalau perusahaan sanksi administrasi nominalnya maksimal 2% dikalikan pendapatan kotor dalam setahun," kata Kharis.
Pelanggaran juga bisa dikanakan sanksi pidana bila pelakunya individu. Nantinya, UU PDP juga mengatur satu-satunya lembaga independen pengawasan terhadap pelindungan data pribadi yang berada di bawah naungan presiden secara langsung.
“Apabila ada masyarakat yang ingin mengadukan kasus permasalahan data pribadi bisa langsung mengadu ke lembaga independen tersebut," jelasnya.
Nantinya, lanjut dia, perusahaan juga diharapkan tidak lagi menggunakan data pribadi kecuali dengan persetujuan pemiliknya. “Di luar persetujuan tidak boleh, sehingga tidak boleh ada lagi telepon yang menawarkan asuransi dan sebagainya. Mereka yang berbuat itu akan dikenai sanksi," pungkas Kharis.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Sumber: Investor Daily