Jakarta, Beritasatu.com - Perkara dugaan penggelapan dana oleh petinggi Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (15/11/2022). Tiga terdakwa dalam perkara ini adalah mantan Presiden ACT Ahyudin, Presiden ACT Ibnu Khajar, dan Dewan Pembina ACT Hariyana Hermain.
Ketiganya didakwa menyelewengkan Rp 117 miliar dana Boeing Community Invesment Fund (BCIF) atau dana bantuan finansial komunitas lokal dari Boeing terkait kecelakaan Lion Air JT610.
Sidang perdana yang digelar secara daring ini dipimpin Hakim Ketua Hariadi.
Seperti diberitakan, pesawat naas yang jatuh di perairan Karawang pada 29 Oktober 2018 adalah jenis Boeing. Kecelakaan ini menewaskan 189 orang. Berikut ini alur perkara seperti dituangkan dalam dakwaan.
Boeing Company memberikan santunan berupa Boeing Financial Assitance Fund (BFAF) sebesar US$ 25 juta untuk para korban melalui ahli waris dan Boeing Community Invesment Fund (BCIF) sebesar US$ 25 juta yang merupakan bantuan filantropis pada komunitas lokal yang terdampak kecelakaan.
BCIF ini tidak langsung diterima oleh ahli waris korban melainkan diterima oleh organisasi amal, atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh ahli waris korban.
Boeing tidak menunjuk langsung badan amal yang akan mengelola dana ini. Perusahaan pun mendelegasikan kewenangan ini kepada adminsitrator bernama Freinbeed dan Biros. Keduanya berwenang menentukan program individual, proyek atau badan amal yang akan didanai, dan mengawasi penggunaan dana secara benar.
Boeing hanya menentukan persyaratan-persyaratan mendasar yang harus dipenuhi oleh para penerima dana, termasuk kondisi di mana uang tidak dapat digunakan untuk kepentingan pribadi setiap individu. Namun Boeing tidak menentukan persyaratan untuk memilih atau mengawasi administrasi penggunaan BCIF.
Administrator bekerja bersama-sama dengan para keluarga untuk memilih program-program individual, proyek atau kegiatan amal yang akan didanai. Terdapat pula lampiran protokol BCIF yang mengatur penggunaan dana. Misalnya, organisasi/program akan menggunakan dana BCIF hanya untuk tujuan dan aktivitas yang ditentukan dalam aplikasi program ini dan semua pengeluaran administrasi program adalah wajar dan biasa.
Jika program dibubarkan atau jika organisasi tidak dapat menggunakan dana BCIF untuk proyek tertentu, organisasi akan segera mengembalikan dana hibah yang belum dibelanjakan kepada administrator.
Jika ada bagian dari dana BCIF yang digunakan untuk tujuan selain proyek yang diminta organisasi/program akan segera memperbaiki kesalahan tersebut dan memberi tahu administrator.
Jika kesalahan tidak segera diperbaiki administrator dapat meminta pengembalian sebagian dana BCIF yang digunakan oleh program untuk tujuan selain yang ada dalam aplikasi program ini tidak ada dana BCIF yang akan digunakan untuk kepentingan pribadi pemegang saham atau individu baik saat ini atau setelah pembubaran program.
Bunyi dakwaan seperti dikutip dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jaksel menyebutkan, Yayasan ACT secara aktif menghubungi keluarga korban dan mengatakan telah mendapat amanah (ditunjuk) Boeing untuk menjadi lembaga yang akan mengelola BCIF.
Yayasan ACT meminta keluarga korban untuk merekomendasikan yayasan tersebut kepada pihak Boeing. Keluarga korban diminta oleh ACT untuk menandatangani dan mengisi beberapa dokumen/formulir pengajuan, yang harus dikirim melalui email ke Boeing, agar dana sosial/BCIF tersebut dapat dicairkan dan dikelola ACT untuk pembangunan fasilitas sosial. Dalam email tersebut, ACT meminta dana BCIF sebesar USD 144.500 per ahli waris.
Pihak ACT juga menghubungi keluarga korban agar menyetujui/merekomendasikan BCIF akan digunakan untuk pembangunan fasilitasi sosial yang direkomendasikan ACT.
Pada Oktober 2018, pembangunan fasilitas sosial yang direkomendasikan oleh 68 ahli waris kepada ACT mulai dilakukan. Namun pengerjaan proyek tersebut mangkrak. Sampai saat ini ACT juga belum memberikan progres pekerjaan kepada Boeing terkait implementasi pengelolaan dana sosial. Padahal berdasarkan klausul Boeing, ACT wajib melaporkan hasil pekerjaannya.
Proyek yang dikelola oleh ACT terkait dengan dana sosial Boeing berjumlah 70 proyek dari 68 ahli waris, di mana ada satu ahli waris yang mengajukan dua proyek.
Pada pelaksanaannya, penggunaan BCIF tersebut tak melibatkan para ahli waris dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan proyek pembangunan. Pihak ACT tidak memberitahukan kepada pihak ahli waris dana BCIF yang diterima dari pihak Boeing. Diduga pengurus ACT melakukan penggunaan dana tidak sesuai peruntukannya untuk kepentingan pribadi berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi, operasional perusahaan serta kegiatan lain di luar program Boeing.
Dari total BCIF sebesar Rp 138,5 miliar yang diterima ACT dari Boeing, hanya Rp 20,5 miliar yang digunakan untuk proyek amal dari 68 ahli waris korban. Terdakwa Ahyudin, Ibnu Khajar, dan Heriyana diduga telah menggunakan sisa dana BCIF sebesar Rp 117,98 miliar untuk kegiatan di luar implementasi Boeing tanpa seizin dan sepengetahuan dari ahli waris korban maupun dari perusahaan Boeing sendiri.
Temuan ini terungkap daam Laporan Akuntan Independen Atas Penerapan Prosedur Yang Disepakati Bersama Mengenai Penerimaan dan Pengelolaan Dana BCIF BOEING Tahun 2018 sampai dengan 2021 oleh akuntan Gideon Adi Siallagan pada 8 Agustus 2022.
Dana BCIF sebesar Rp 117.982.530.997 oleh Ahyudin, Ibnu Khajar, dan Heriyana Hermain diduga digunakan oleh kepentingan lain. Berikut rincian aliran dana yang diduga diselewengkan:
- Pembayaran gaji dan THR karyawan dan relawan Rp 33.206.008.836
- Pembayaran ke PT Agro Wakaf Corpora Rp 14.079.425.824
- Pembayaran ke Yayasan Global Qurban Rp 11.484.000.000
- Pembayaran ke Koperasi Syariah 212 Rp 10.000.000.000
- Pembayaran ke PT Global Wakaf Corpora Rp 8.309.921.030
- Tarik tunai individu Rp 7.658.147.978
- Pembayaran untuk pengelola Rp 6.448.982.311
- Pembayaran tunjangan pendidikan Rp 4.398.039.690
- Pembayaran ke Yayasan Global Zakat Rp 3.187.549.852
- Pembayarran ke CV Cun Rp 3.050.000.000
- Pembayaran program Rp 3.036.589.272
- Pembayaran ke dana kafalah Rp 2.621.231.275
- Pembelian kantor cabang Rp 1.909.344.540
- Pembayaran ke PT Trading Wakaf Corpora Rp 1.867.484.333
- Pembayaran pelunasan lantai 22 Rp 1.788.921.716
- Pembayaran ke Yayasan Global Wakaf Rp 1.104.092.200
- Pembayaran ke PT Griya Bangun Persada Rp 946.199.528
- Pembayaran ke PT Asia Pelangi Remiten Rp 188.200.000
- Pembayaran ke Ahyudin Rp 125.000.000
- Pembayaran ke Akademi Relawan Indonesia Rp 5.700.000
- Pembayaran lain-lain Rp 945.437.780
- Tidak teridentifikasi Rp 1.122.754.832
Ahyudin didakwa melanggar Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan, Ibnu dan Hariyana didakwa melanggar Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara untuk Novariyadi Imam Akbari selaku Senior Vice President Humanity Network Departement, perkaranya masih dalam proses penelitian jaksa untuk persiapan kelengkapan berkas dan pelimpahan.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Sumber: BeritaSatu.com