Jakarta, Beritasatu.com - Kapten tim Piala Thomas Indonesia, Hendra Setiawan, menyambut baik keputusan Federasi Bulutangkis Dunia (BWF) menunda penyelenggaraan Piala Thomas dan Uber 2020 yang sedianya berlangsung di Denmark bulan depan. Menurutnya, tidak ada satu pihak pun yang diuntungkan dengan penundaan tersebut. Sebaliknya, penundaan adalah keputusan terbaik bagi siapa pun.
“Menurut saya, tidak ada yang diuntungkan juga dari keputusan ini. Memang keputusan yang terbaik sekarang itu menunda turnamen beregu tersebut, sambil melihat kondisi ke depan seperti apa,” katanya ketika dihubungi Rabu (16/9/2020).
Ia juga menilai, keputusan Pengurus Pusat Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PP PBSI) mundur dari turnamen beregu itu bagus demi keselamatan atlet. “Seandainya sampai di sana (Denmark) hasil swab-nya positif, kan harus karantina 14 hari, percuma kan berangkat juga. Terus sampai sana ada timnya yang positif, jadi pincang kekuatannya,” ucap Hendra.
Penilaian serupa juga disampaikan Sekretaris Jenderal PP PBSI Achmad Budiharto dan Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi, Susy Susanti.
Susy menilai, keputusan BWF menunda Piala Thomas dan Uber 2020 sangat bijak karena yang paling penting saat ini adalah kesehatan dan keselamatan pemain.
“Keputusan ini dipicu karena mundurnya sejumlah negara, serta keragu-raguan peserta lainnya yang belum mundur. Karena, kalau dipaksakan, seandainya ada yang terkena Covid-19, yang jelek kan nama bulutangkis juga. Jadi ini keputusan yang sangat baik,” ucap Susy.
Dengan ditundanya Piala Thomas dan Uber serta batalnya Indonesia mengikuti seri Eropa, maka pebulutangkis Indonesia hanya menyisakan turnamen seri Asia pada bulan November mendatang. Meskipun Indonesia juga mundur dari calon tuan rumah kejuaraan tersebut.
“Kini kita tinggal menunggu BWF seri Asia pada November, seperti apa nanti perkembangan Covid-19. Kalau itu dibatalkan juga, berarti tidak ada lagi turnamen internasional yang kita ikuti,” tutup Susy.
Sementara mengenai turnamen yang super padat tahun depan, Susy berpendapat, semua negara pasti akan mengalaminya. “Semua negara sama, kita harus ada skala prioritas. Turnamen mana saja yang akan diikuti dan pengaturan pemainnya yang dikirimkan. Jadi memang harus ada prioritas,” jelasnya.
Sumber: Suara Pembaruan