Fenomena Petir dan Kilang Pertamina

Pengajar di Fakultas Teknik Elektro Universitas Presiden Cikarang
Senin, 6 Desember 2021 | 08:54 WIBOmbudsman Republik Indonesia (ORI) telah meminta PT Pertamina untuk mengevaluasi sistem penangkal petir yang diduga menjadi penyebab 17 kali kebakaran tangki, termasuk kebakaran terbaru di tangki minyak Kilang Pertamina Cilacap, Jawa Tengah. Menurut laporan, yang menjadi biang keroknya adalah sambaran petir.
Seorang anggota Dewan bahkan mempertanyakan pihak Pertamina yang sampai tidak bisa mengantisipasi dengan membuat penangkal petir yang lebih baik untuk mengatasi kasus berulang yang menyebabkan kerugian besar? Dia menduga bahwa hal itu terjadi bukan karena human error melainkan sabotase. Dugaan adanya sabotase menguat karena bahan bakar minyak (BBM) merupakan komoditas penting bagi kehidupan rakyat dan negara.
Pukulan berat bagi Direksi Pertamina. Bagaimana sikap kita merespons kejadian ini?
Sebagai seorang akademisi dan warga negara yang baik, saya merasa tergerak untuk melakukan riset sederhana. Tujuan saya untuk mengedukasi masyarakat tentang fenomena petir serta memberikan opini dan menawarkan solusi kepada para pengambil kebijakan.
Dari hasil pengumpulan data, saya mencatat bahwa selama kurun waktu 26 tahun (1995-2021), Pertamina telah mengalami kebakaran atau meledaknya tangki kilang minyak sebanyak 17 kali. Lebih dari 40% (7 kali), kejadian tersebut terjadi di Kilang Pertamina Cilacap.
Memang disebutkan bahwa sambaran petir adalah biang keroknya. Namun, sebenarnya ada juga penyebab lain seperti korosi/penuaan logam. Tetapi, setidaknya kilang Cilacap mengalami 3 kali peristiwa kebakaran yang disebabkan oleh petir disertai hujan lebat. Yang pertama pada 10 Oktober 1995 (10 kilang minyak terbakar), yang kedua pada 11 Juni 2021 (1.100 barel Benzene hilang), dan yang ketiga baru saja terjadi pada 13 November 2021 (tangki area 36T102 berisi Pertalite terbakar). Bahkan di 29 Maret 2021 lalu, Kilang Balongan (Tangki G) juga bocor dan terbakar diduga karena sambaran petir.
Tanda tanya besar muncul dari seorang Komisaris Pertamina, “Mengapa tangki bisa mengalami sambaran petir dengan sistem antipetir dan tangki yang (sudah jelas) diaudit berfungsi dengan baik dengan bahan tangki baja tebal dan dinding ganda?”
Namun, menurut saya, ada dua pertanyaan penting yang perlu dijawab. Pertama, mengapa dan bagaimana fenomena sambaran petir bisa terjadi? Kedua, benarkah ada perbedaan antara karakteristik petir di Indonesia yang beriklim tropis dengan negara yang beriklim subtropis, yang akan mempengaruhi standar sistem proteksi petir pada bangunan dan industri migas di Indonesia?
Kapasitor, Petir, dan Konduktivitas Atmosfir
Menurut teori medan elektromagnetik, bumi tempat kita tinggal adalah sebuah kapasitor konsentrik raksasa (radius 6.370 km). Kapasitor adalah divais untuk menyimpan muatan dan energi listrik. Kapasitor juga merupakan gabungan (kombinasi) dari dua lempeng konduktor.
Permukaan bumi adalah lempeng bawah yang bermuatan negatif, dan elektrosfer pada ketinggian 25-60 km atau lebih sampai ke lapisan ionosfer adalah lempeng atas bermuatan positif. Lapisan ionosfer adalah bagian atmosfir bumi yang terionisasi oleh radiasi matahari dan berperan penting dalam kelistrikan atmosfer dan membentuk batas dalam lapisan magnetosfer.
Besar kapasitansinya (C) sekitar 0,2 F. Bayangkan, kapasitor raksasa ini bisa menyimpan muatan yang sangat besar (Q = 1,65 x 106 C) dengan beda potensial (tegangan) tidak tanggung-tanggung, 300.000 volt!
Jika seseorang berdiri di tempat terbuka pada cuaca cerah, beda potensial yang ia miliki dari kepala hingga kaki sekitar 300 volt. Namun, ketika terjadi awan petir, perbedaan tegangan bisa meningkat sampai ke level 20 kilovolt bahkan lebih (level yang berbahaya dan mematikan).
Pada cuaca cerah, elektrosfer bersifat positif dan bumi kita bersifat negatif sehingga medan listrik mengalir turun. Tetapi ketika awan petir muncul, yang terjadi biasanya kebalikannya.
Kita tahu bahwa permukaan ekipotensial adalah seragam (bidang ekipotensial adalah sebuah bidang dimana seluruh titik yang terletak padanya memiliki potensial yang sama) kecuali jika ada distorsi, misalnya, adanya lubang (parit) atau seseorang yang berdiri di alam terbuka. Medan listrik pada dasar lubang (parit) berkurang, namun medan listrik di atas kepala seseorang semakin meningkat. Rasio antara kepala-parit lebih dari 30.
Ketika terjadi awan petir, intensitas medan listrik yang semakin meningkat ini dapat menyebabkan petir menyambar orang tersebut, khususnya jika dia adalah objek tertinggi di area tersebut. Tidak heran jika ada seorang petani di sawah yang tewas setelah tersambar petir. Pohon-pohon tunggal atau pohon-pohon tinggi di hutan rentan tersambar karena alasan ini, dan jika terkena sambaran, efek-api samping membuat berbahaya jika kita berada di dekatnya. Orang tersebut akan lebih aman jika dia berada di dasar parit.
Jika kita menghitung besarnya energi yang tersimpan dalam kapasitor raksasa ini menggunakan persamaan W = 0,5Q2C akan menghasilkan nilai sebesar 7 x 1012 Joule, sebanding dengan jutaan baterai mobil 12V 100 A-jam yang terisi penuh. Anda bisa membayangkan betapa luar biasanya energi yang tersimpan oleh kapasitor raksasa tempat kita tinggal ini.
Pada saat cerah, medan listrik bersifat normal dan menuju ke bawah. Namun ketika terjadi awan petir Cumulonimbus (Cb), medan listrik meningkat sangat cepat dan mengarah ke atas.
Konduktivitas ion pada atmosfir bumi sebesar nilai porselen sebagai isolator, penghambat listrik yang baik. Namun migrasi ion (ion positif turun, ion negatif naik) membolehkan arus mengalir di antara elektrosfer dan bumi yang akan sepenuhnya menghabiskan energi kapasitor dalam waktu kurang dari sejam jika bukan karena badai petir di seluruh dunia, yang masing-masing bertindak seperti “pembangkit Van de Graff bertenaga angin yang besar” untuk pengisian ulang kapasitor raksasa bumi-elektrosfer.
Diperkirakan bahwa rata-rata ada 1.800 badai petir aktif di permukaan bumi setiap waktu, yang menghasilkan rata-rata arus (bumi ke elektrosfer) sebesar 1 Ampere terkirim dari awan ke elektrosfer dengan migrasi ion dan bumi ke awan dalam mikrodetik 100.000 Ampere.
Di antara awan petir dan tanah (bumi) mungkin terbentuk beda potensial sebesar 100 juta volt! Apalagi pada saat hujan lebat, udara yang pada dasarnya bersifat dielektrik (isolator) mengandung kadar air yang tinggi, sehingga tidak lagi mampu menanggungnya (daya isolasinya menurun, atmosfir jadi mirip dielektrik bocor) sehingga arus mudah mengalir (kondisi dadal) dan terjadilah ledakan udara yang hebat disertai petir.
Sebagai penutup bagian ini, saya ingin menyoroti pertanyaan mengenai perbedaan karakteristik petir di Indonesia yang beriklim tropis dengan negara lain (misalnya, negara-negara Eropa) yang beriklim subtropis. Seperti kita ketahui, atmosfer sebagai salah satu komponen sistem iklim berfungsi untuk mengisolasi bumi dengan menjebak panas dan mengangkut panas dan uap air.
Daerah yang memiliki iklim tropis mempunyai suhu rata-rata per hari lebih tinggi dibanding jenis iklim lainnya. Hal ini tidak lain disebabkan oleh posisi garis lintang yang terletak di sekitar garis ekuator. Rata-rata suhu panas di iklim tropis lebih dari 20 derajat Celcius, sedangkan suhu terdingin hanya sekitar 18 derajat Celcius. Tidak heran, jika negara-negara beriklim tropis hanya memiliki dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau.
Namun, iklim ini juga sering kali mendapat pengaruh dari iklim ekstrem seperti fenomena El Nino dan La Nina. Menurut saya, kondisi ekstrem ini yang perlu dicermati oleh pihak Pertamina dan tentunya bekerja sama dengan pihak Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sehingga selalu waspada jika ada potensi pertumbuhan awan dan peningkatan curah hujan yang akan disertai petir.
Pembumian dan Sangkar Faraday
Penemuan Benjamin Franklin atas batang logam (konduktor) sebagai penangkal petir yang dihubungkan ke bumi, bisa menjadi solusi terbaik. Batang logam menyediakan jalan resistansi-rendah bagi arus listrik yang sangat tinggi. Jika batang tersebut tersambar, kerusakan akan diminimalisir jika dibandingkan dengan yang dialami oleh bangunan kayu dengan konduktivitas buruk atau bangunan batu. Artinya, pemanasan I2R bisa menyebabkan uap atau gas-gas lainnya dengan efek ledakan.
Pertamina bisa meminta bantuan praktisi bidang tenaga listrik untuk mempelajari kembali bagaimana membuat standar proteksi penangkal petir yang lebih baik (berdasarkan PUIL dan standar internasional) sehingga aman bagi kilang-kilang minyak, khususnya sistem pentanahan atau pembumian (ground-resistance) yang handal karena petir adalah peristiwa alam dengan high-frequency phenemonenon.
Kenyataan bahwa di dalam konduktor tidak ada medan listrik menyebabkan konduktor merupakan bahan yang tepat untuk perisai terhadap medan elektrostatik. Tempat yang paling aman terhadap sambaran petir pada waktu hujan lebat adalah di dalam mobil. Walaupun saat itu mobil kita terkena petir, seluruh muatan listrik yang diberikan tetap berada di permukaan mobil sebelah luar (secara teori, medan listrik di dalam mobil sangat kecil bahkan nol jika bagian luar secara kontinu dilapisi penuh dengan logam).
Fenomena ini dikenal sebagai Sangkar atau Perisai Faraday. Dengan kata lain, tidak ada muatan yang tinggal di dalam konduktor kosong (hollow conductor).
Namun, kita mengetahui bahwa jika medan dan muatan listrik di bagian luar berubah, maka akan mungkin terjadi penetrasi medan dan muatan listrik yang cukup signifikan ke bagian dalam. Meskipun medan listrik di dalam adalah nol, namun tegangan tetap sama di sepanjang perisai (sangkar).
Hal ini membuktikan bahwa jika tangki kilang Pertamina sudah mengalami kerusakan material karena korosi, kemungkinan besar bisa mengalami kebakaran ketika tersambar hujan petir, sekalipun berdinding baja tebal dan berlapis ganda. Oleh sebab itu, pihak Pertamina harus memikirkan sungguh-sungguh bagaimana aset negara ini bisa terlindungi dengan baik. Apakah mungkin membuat kilang-kilang tersebut menjadi seperti Sangkar Faraday moderen yang dikenal sebagai EMC (Electro Magnetic Compatibility) chambers?
BERITA TERKINI
Tayang di Netflix, Film Ice Cold: Murders, Coffee and Jessica Wongso Tuai Kontroversi Netizen
4
B-FILES


ASEAN di Tengah Pemburuan Semikonduktor Global
Lili Yan Ing
Perlukah Presiden/Kepala Negara Dihormati?
Guntur Soekarno
Urgensi Mitigasi Risiko Penyelenggara Pemilu 2024
Zaenal Abidin