Jakarta - Sesudah mendengarkan pemaparan pemerintah melalui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) soal rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2015, presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) menilai porsi anggaran untuk BBM bersubsidi masih terlalu tinggi dan harus dipotong secara gradual atau bertahap.
"Nanti (di pemerintahan mendatang) tentu saja dibicarakan dengan fraksi-fraksi. Tapi (hal) itu setelah proses gugatan di MK (selesai, baru kita mengurusnya. Sebetulnya, kalau dulu habis KPU langsung rampung (pilpres), kita bisa masuk membahasnya. Tapi karena (masih) di MK, kita belum bisa masuk (membahasnya)," kata Jokowi di Jakarta, Jumat (15/8).
Jokowi berpandangan seandainya beban subsidi BBM bisa diturunkan, maka hal itu sangat baik bagi kelancaran serta kecepatan proses pembangunan di Indonesia.
Menurutnya, apabila beban anggaran negara tak berat, maka pemerintahan baru bisa langsung bekerja cepat untuk melaksanakan program prioritas. "Misalnya bidang kesehatan, pendidikan, dan hal yang berkaitan dengan petani dan nelayan. Itu kira-kira," katanya.
Jokowi meyakini dirinya memiliki terobosan fiskal di APBN yang akan menjadi kunci pelaksanaan program prioritas pemerintahan yang baru, yang bertumpu pada usaha peningkatan pemasukan negara.
"Tentu saja kita harus secepatnya bisa menaikkan income, sehingga ruang fiskal menjadi semakin lebar. Kemudian, efisiensi di setiap kementerian. Itu juga ada peluang ," imbuhnya.
Sebagai contoh, lanjut Jokowi, penggunaan BBM di PT. PLN diubah ke gas atau batubara. Jika terealisasi, hal tersebut dapat menciptakan efisiensi sampai Rp 60-70 triliun.
"Yang namanya gas itu kita melimpah dan lebih efisien. Bisa separuh lebih efisien (dibanding yang sekarang). Oleh sebab itu, memang harus segera dilakukan penggunaan gas untuk industri dan PLN," tandas Jokowi.