Jakarta, Beritasatu.com – Penentuan kabinet tidak perlu melibatkan lembaga tertentu seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memiliki hak prerogatif untuk mengangkat pembantunya di kabinet.
“Presiden punya hak prerogatif. Tidak bisa diintervensi. Tidak perlu libatkan KPK,” kata Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kapitra Ampera dalam diskusi Forum Jurnalis Merah Putih bertajuk “Jokowi di Pusaran Kepentingan: Minta Ini Minta Itu” di Jakarta, Selasa (8/10/2019).
Menurut Kapitra, ukuran menentukan menteri yaitu kualitas. “Kalau di masa lalu, yang akan datang, atau dalam perjalanan dia (menteri) lakukan penyimpangan, di situ gunanya penegak hukum. Jadi, jangan campur adukkan penegakan hukum dan politik,” tegas Kapitra.
Di sisi lain, Kapitra meminta dikotomi menteri profesional dan kader partai sebaiknya dihilangkan. Orang partai pun, lanjut Kapitra, jika memang menguasai bidang, maka tidak ada salahnya menjabat menteri.
Kapitra juga menyatakan, presiden tidak perlu terlalu jauh menampung aspirasi publik terkait calon menteri. “Persepsi bisa salah dan benar. Kalau presiden tersandera opini, maka presiden tidak bisa buat apa-apa. Presiden bekerja untuk rakyat, rakyat tidak bekerja untuk presiden. Rakyat itu justru mengawasi presiden,” tegas Kapitra.
Sementara itu, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Sunanto menyatakan, presiden sebaiknya tetap membuka diri dan mendengar masukan masyarakat. “Presiden memang punya hak prerogatif, tapi tidak ada salahnya presiden dengar wacana atau opini publik,” kata Sunanto.
Menurut Sunanto, Jokowi tentu ingin meninggalkan sejarah dengan nilai-nilai perjuangan. Menutup diri untuk mendengar saran publik, lanjut Sunanto, bukan pilihan tepat. “Saya harap Pak Jokowi bisa mendengar. Menutup diri itu justru kecelakaan, kecuali Pak Jokowi ingin tercatat sebagai pemimpin yang terpilih demokratis, tapi tidak ada keberhasilan,” tutup Sunanto.
Sumber: Suara Pembaruan