Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) meminta para petahana atau incumbent yang maju lagi pada Pilkada Serentak 2020 agar tidak memanfaatkan dana bantuan sosial (Bansos) untuk meraih elektabilitas. Jika terbukti melakukan hal tersebut, akan dicoret atau diskualifikasi dari pencalonan.
"Kepala daerah aktif yang mencalonkan diri lagi, bila melanggar larangan tersebut dapat dikenai sanksi berupa pembatalan sebagai calon,” kata Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari di Jakarta, Rabu (22/7/2020).
Ia merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 10 tahun 2016, Pasal 71 tentang Pilkada dan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 1 tahun 2020, Pasal 1, angka 20 tentang pencalonan.
Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 10 tahun 2016, Pasal 71, Ayat (3) menyatakan Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali kota atau Wakil Wali kota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.
Dalam Ayat (5), dinyatakan dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
Sementara Ayat (6) menyebutkan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) yang bukan petahana diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun PKPU Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pencalonan Pilkada, Pasal 1 angka 20 menentukan, Petahana adalah Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali Kota atau Wakil Wali Kota yang sedang menjabat dan mencalonkan atau dicalonkan sebagai Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali Kota atau Wakil Wali Kota.
“Berdasarkan dua ketentuan tersebut maka kepala daerah aktif pada dasarnya dilarang menyalahgunakan wewenang dan jabatannya yang dapat menguntungkan atau merugikan pasangan calon (paslon) dalam kurun waktu tertentu dalam tahapan pilkada yaitu 6 bulan sebelum penetapan paslon hingga penetapan paslon terpilih. Bila melanggar larangan tersebut dapat dikenai sanksi berupa pembatalan sebagai calon,” jelas Hasyim.
Di tempat terpisahm Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Abhan mengemukan lembaganya sedang mengawasi praktik-praktik yang memanfaatkan Bansos. Bawaslu sudah bisa bekerja karena landasan hukum sudah ada yaitu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pilkada. Kemudian ada Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2020 tentang tahapan, program, dan jadwal penyelenggaraan Pilkada 2020.
“Kemarin pas penundaan, kami kebingungan karena mau pakai dasar hukum yang mana. Masalahnya adalah tahapanya ditunda. Setelah ada PKPU No 5 Tahun 2020, kami bisa mengambil tindakan karena tahapan Pilkada sudah jelas diatur,” ujar Abhan.
Dia juga mengingatkan larangan untuk kepala daerah melakukan mutasi, atau penggantian pejabat dalam kurun waktu enam bulan dari jadwal penetapan pasangan calon pada 23 September 2020. Penyebabnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengundangkan revisi Peraturan KPU (PKPU) tentang tahapan, program dan jadwal penyelenggaraan Pilkada 2020.
"Imbauan kami adalah bagi bapak ibu bakal calon yang berpotensi petahana, jangan melakukan mutasi jabatan. Karena itu ancamannya bisa sanksi administrasi bisa diskualifikasi," kata Abhan dalam keterangannya, Selasa (16/6/2020).
Ia menjelaskan penundaan tahapan pilkada sejak Maret lalu akibat pandemi Covid-19 berimbas pada pergeseran waktu pelaksanaan setiap tahapan pilkada. Penetapan calon semula dijadwalkan 8 Juli menjadi 23 September. Kini, pemungutan suara serentak di 270 daerah akan digelar 9 Desember 2020, mundur dari jadwal sebelumnya yaitu 23 September 2020. Jadwal tahapan ini tercantum dalam Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2020 tentang tahapan, program, dan jadwal penyelenggaraan Pilkada 2020.
Dengan demikian, jika dihitung enam bulan sebelum 23 September 2020, larangan mutasi pejabat oleh kepala daerah berlaku sejak 23 Maret 2020. Bawaslu kemudian menjadikan peraturan ini sebagai landasan hukum untuk mengawasi potensi pelanggaran Pilkada 2020.
"Sekarang dengan adanya PKPU ini adalah sebuah kepastian terkait dengan petahana," jelas Abhan.
Sumber: BeritaSatu.com