Sidoarjo, Beritasatu.com - Pemilihan kepala daerah (Pilkada) Sidoarjo tinggal menghitung hari. Namun bayang-bayang kampanye hitam atau black campaign masih marak mewarnai. Sorotan terhadap kampanye hitam datang dari berbagai kalangan, mulai dari masyarakat publik, hingga Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sidoarjo dan Polresta Sidoarjo.
Ketua Bawaslu Sidoarjo, Haidar Munjid, merespon positif langkah Polresta Sidoarjo yang telah mengoptimalkan peran Patroli Siber guna meredam munculnya kampanye hitam jelang pencoblosan pemilihan bupati dan wakil bupati Sidoarjo.
Haidar menegaskan, Bawaslu, bersama Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung) secara bersama-sama telah menandatangani Peraturan Bersama Ketua Bawaslu, Kapolri dan Jaksa Agung Nomor 5, Nomor 1, dan Nomor 14 Tahun 2020 tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu Pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota resmi dibuat.
"Kita bersama bahu-membahu mewujudkan pelaksanaan Pilkada yang damai, aman tanpa politisasi SARA, hoax dan ujaran kebencian,” kata Munjid, Sabtu (28/11/2020).
Terkait dugaan adanya kampanye hitam saat masa kampanye Pilkada Sidoarjo, Munjid menjelaskan, pihaknya akan merilis pada akhir kampanye. "Nanti akan kita rilis di akhir masa kampanye,” jelasnya.
Sementara, Kasubag Humas Polresta Sidoarjo, Ipda Tri Novi Handono menyebutkan, pihaknya telah menerjunkan personel dari satuan khusus dan dikoordinasikan dengan Polda Jatim. "Kalau secara personel khusus kita ada enam, tapi kalau totalnya kita ada 18,” katanya.
Dijelaskan, patroli di dunia maya tersebut akan berlangsung sejak masa kampanye hingga pencoblosan Pilkada di Sidoarjo rampung. Meski belum menerima aduan, tetapi telah ada beberapa bukti dari temuan patroli siber tersebut. "Sebelum penangkapan tentunya kita akan koordinasi dengan Bawaslu,” terangnya.
Sejauh ini, belum dilakukan penangkapan karena polisi masih menilai dari barang bukti tersebut masih kategori general sehingga perlu dilakukan pendalaman lebih lanjut. "Memang beberapa ada tapi menurut kami itu masih di luar dari konteks Sidoarjo,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa, Rossandi berpendapat, secara perspektif demokrasi, kampanye hitam bukanlah pembenaran dalam mencapai tujuan memimpin, apalagi untuk merebut jabatan menjadi seorang kepala daerah. "Saya pikir, tidaklah tepat menggunakan cara kampanye hitam untuk memenangkan pertarungan pilkada,” katanya.
Menurut Rossandi, persepsi tentang demokrasi politik harus segera diubah. Masyarakat harus disuguhi tentang informasi yang sifatnya membangun, bukan malah menjatuhkan, terlebih mengarah kepada fitnah. "Apa jadinya jika tidak dilakukan? Ya, jawabannya pasti persepsi tentang demokrasi politik akan selamanya dipandang negatif dari sisi pragmatis," tegasnya.
Rossandi juga mengingatkan kepada masing-masing tim pemenangan pasangan calon untuk tidak menggunakan kampanye hitam.
Sumber: BeritaSatu.com