Jakarta, Beritasatu.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengungkapkan menjelang dua minggu sebelum pencoblosan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak pada tanggal 9 Desember 2020, sudah ada 80 pelanggaran pidana yang dilakukan para pasangan calon (Paslon), penyelenggara Pilkada dan tim sukses (timses). Berbagai bentuk pelanggaran tersebut sudah masuk penegak hukum untuk diproses.
"Kasus yang paling banyak melanggar pasal 188 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Ada 30 kasus yang melanggar pasal ini,” kata anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar, di Jakarta, Minggu (29/11/2020).
Fritz menyebut Pasal 188 menyatakan setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu bulan atau paling lama enam bulan atau denda paling sedikit Rp 600.000 atau paling banyak Rp 6 juta
Sementara Pasal 71 Ayat 1 menyatakan pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon selama masa Kampanye.
Fritz menjelaskan pelanggaran pidana paling banyak kedua adalah melanggar Pasal 187 A Ayat 1. "Ada 11 kasus pelanggaran pidana terkait ayat tersebut," jelasnya.
Pasal 187 A Ayat 1 menyatakan setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp 200 jutadan paling banyak Rp 1 miliar.
Pasal 73 Ayat 4 menyatakan selain calon atau pasangan calon, anggota partai politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah dan mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu.
Adapun bentuk pelanggaran ketiga terbanyak adalah melanggar Pasal 187 Ayat 2 sebanyak 10 kasus. Pasal 187 Ayat 2 menyatakan setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, atau huruf f dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 bulan atau paling lama 18 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 600.000 atau paling banyak Rp 6 juta.
Adapun Pasal 69 menyatakan dalam kampanye dilarang mempersoalkan dasar negara Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon gubernur, calon bupati, calon wali kota, dan/atau partai politik dan melakukan kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba partai politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat.
Larangan lain dari pasal ini adalah menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada perseorangan, kelompok masyarakat dan/atau partai politik, mengganggu keamanan, ketenteraman, dan ketertiban umum, mengancam dan menganjurkan penggunaan kekerasan untuk mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan yang sah, dan merusak atau menghilangkan alat peraga kKampanye.
Fritz menambahkan, pelanggaran pidana lainnya berupa melanggar pasal 184 sebanyak 9 kasus, pasal 185 A Ayat 1 sebanyak 5 kasus, pasal 198 A sebanyak 4 kasus, pasal 180 Ayat 1 sebanyak 2 kasus.
Sumber: BeritaSatu.com