Jakarta, Beritasatu.com - Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari meminta Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono untuk waspada terhadap wacana kongres luar biasa (KLB) Partai Demokrat. AHY, kata Qodari, harus bisa memastikan soliditas para pengurus partai mulai dari DPP, DPD Provinsi dan DPC Kebupaten/Kota sebagai pemilik suara sah partai.
“AHY harus waspada. AHY (mungkin anggap) tidak ada (KLB). Apalagi ada kebulatan tekad dari DPD Provinisi. Tetapi bagi mereka yang inginkan KLB, mungkin mereka punya data sendiri mengenai dukungan dari Kabupaten/Kota dan peluang untuk melahirkan KLB,” ujar Qodari di Jakarta, Minggu (28/2/2021).
Qodari mengatakan, di partai manapun termasuk Partai Demokrat, KLB bisa saja terselenggara. Hal ini sangat tergantung dari terpenuhnya syarat-syarat yang diatur dalam AD/ART Partai Demokrat. Syarat ini terkait dengan kemauan para pemilik suara sah partai, yaitu pengurus DPP, DPD Provinsi, dan DPC Kabupaten/Kota.
Menurut Qodari, AHY tidak boleh hanya memastikan soliditas suara di tingkat DPP dan DPD Provinsi, tetapi juga harus memastikan soliditas suara di tingkat DPC Kabupaten/Kota. Pasalnya, mereka merupakan pemilik suara terbanyak.
“Jadi, kalau mau dikatakan suara siapa? Itu suara dari pengurus-pengurus di daerah. Yang menarik sekarang ini adalah pertanyaan apakah KLB terselenggara atau tidak? Apakah KLB didukung daerah atau tidak? Ini sesuatu yang menarik bagi saya, karena biasanya kalau bicara di media massa, yang muncul sejauh ini didominasi suara dari DPP, kemudian suara DPD Provinsi. Padaha, sesungguhnya suara yang terbanyak itu dari Kabupaten/Kota,” jelas dia.
Selain itu, Qodari mengingatkan Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sebagai tokoh sentral di Partai Demokrat, tidak kedodoran lain. Menurut dia, SBY harus cermat membaca dinamika sehingga kepemimpinan Demokrat tidak diambil alih.
“Saya punya kesan Pak SBY agak kedodoran dalam membaca dinamika di dalam partainya sendiri,” tutur Qodari.
Qodari mencontohkan pada Kongres Partai Demokrat Tahun 2010, SBY terlihat kedodoran. Jogaon yang didukung SBY untuk menjadi ketua umum (ketum), yakni Andi Mallarangeng, justru kalah dengan calon ketum lainnya, yakni Marzuki Alie dan Anas Urbaningrum. Begitu juga pada KLB tahun 2013, kata Qodari, SBY menjadi ketum Demokrat atas dukungan Anas Urbaningrum yang saat itu menguasai jaringan di daerah.
“Informasi yang saya dengar juga bahwa sebetulnya di KLB 2013, SBY terpilih juga atas dukungan atau bantuan Anas Urbaningrum yang nota bene memang pada saat iut sudah menguasai jaringan di daerah. Kabarnya Anas Urbaningrum angkat telpon dari pengurus daerah untuk mendukung Pak SBY dan menghadang Ketum yang lain, yang pada saat itu adalah Marzuki Alie,” pungkas Qodari.
Sebelumnya, Kepala Badan Komunikasi Strategis PD, Herzaky Mahendra Putra menilai jika ada yang menggelarkan KLB, maka sepenuhnya ilegal. “Kalau kita bicara ada KLB, silakan saja. Kenapa? Karena sudah pasti itu ilegal. Tidak sesuai peraturan internal Partai Demokrat. Bertentangan dengan AD/ART,” ucap Herzaky.
Herzaky menjelaskan, KLB dapat digelar dengan dua cara. Pertama, diusulkan oleh Majelis Tinggi PD yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kedua, diusulkan 2/3 dari total 34 DPD dan minimal 1/2 DPC serta disetujui ketua Majelis Tinggi PD.
“Cara pertama jelas tidak mungkin. Pak SBY tidak mendukung KLB, demikian halnya cara kedua. Jelas secara konstitusi jika tahu-tahu ada KLB, sudah pasti ilegal,” tandas Herzaky.
Sumber: BeritaSatu.com