Jakarta, Beritasatu.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong Bank Pembiayaan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) untuk secepatnya melakukan inovasi agar tetap eksis. Pendekatan kolaborasi termasuk dukungan regulasi dipercaya dapat menjawab kebutuhan pasar.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK terpilih 2022-2027 Dian Ediana Rae menyampaikan, BPR/BPRS memang perlu secepatnya melakukan inovasi agar dapat berkompetisi dalam melayani kepentingan ekonomi kecil dan UMKM. Di samping persaingan dengan bank konvensional, BPR/BPRS juga mesti menghadapi shadow banking melalui fintech dengan regulasi yang lebih longgar dan kompetitif.
"Tantangannya adalah bagaimana niche product and market yang dipegang BPR/BPRS yang dapat melakukan penetrasi pasar sehingga dapat bertumbuh dengan baik. Harapannya BPR/BPRS dapat menjadi lembaga yang agile, adaptive, contributive, dan resilient dalam kontribusi dalam pengembangan UMKM di daerah masing-masing," kata Dian dalam keterangan resmi, Kamis (30/6).
Pada awal 2021, Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan Panduan Kerjasama BPR dan Fintech Lending. Panduan itu menjadi acuan bersama dalam membangun kolaborasi di antara keduanya.
Selain panduan tersebut, OJK juga mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 25/03/2021 tentang Penyelenggaraan Produk BPR/BPRS. Regulasi baru bertujuan menjadi landasan dan jaminan kepastian hukum bagi BPR/BPRS mencapai level of playing field di dalam industri jasa keuangan ke depan.
Bagi sebagian pihak, POJK 25 tersebut dinilai akomodatif sehingga dapat meningkatkan persaingan usaha dan service level dari setiap BPR/BPRS. BPR maupun BPRS tidak lagi dinilai dari klasifikasi BPRKU (BPR Berdasarkan Kegiatan Usaha) tapi diberi kesempatan yang sama tergantung pada kecukupan modal, cara penilaiannya, dan penerapan manajemen risiko.
Ketua Umum Kompartemen BPRS Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Cahyo Kartiko, saat ini BPR/BPRS memiliki tantangan utama untuk terus tumbuh di tengah persaingan ketat. Tantangan yang dimaksud misalnya konsentrasi pendanaan dan bagi hasil tinggi, pemilihan portofolio pembiayaan berisiko tinggi, model bisnis kurang jelas, dan masih menggunakan teknologi sederhana.
"Transformasi digital merupakan kondisi yang tidak dapat dihindari oleh industri termasuk industri BPR Syariah. Dengan adanya sinergi dan kolaborasi serta dukungan penuh dari otoritas, maka kebutuhan pasar akan transaksi digital oleh BPR Syariah akan lebih cepat terpenuhi," jelas Cahyo.
Meski dihadapkan berbagai tantangan selama pandemi, BPR/BPRS masih mampu mencatatkan pertumbuhan positif. Per September 2021, total aset BPR/BPRS tumbuh 8,90% (yoy), penyaluran kredit tumbuh 4,33% (yoy), dan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 11,27% (yoy).
Halaman: 12selengkapnya
Saksikan live streaming program-program BeritaSatu TV di sini
Sumber: Investor Daily