Jakarta, Beritasatu.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dalam membangun kerja sama terkait Independent Power Producer (IPP) atau pembangkit listrik swasta. Hal ini lantaran skema IPP menarik banyak pihak berkepentingan untuk mengeruk keuntungan.
Peringatan ini disampaikan Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, usai menggelar audiensi dengan Dirut PT PLN, Zulkifli Zaini, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (15/1/2021).
Alex, sapaan Alexander Marwata mengatakan, PLN merupakan perusahaan negara yang memonopoli penjualan listrik. Tidak ada satu pun pihak yang menyediakan listrik, kecuali PLN. Dengan sifatnya yang monopolistik, negara akan selalu mendukung operasional PLN apapun yang terjadi.
Namun, lantaran kondisi tersebut, proyek-proyek yang berkaitan dengan PLN, termasuk IPP mengundang banyak pihak termasuk investor atau pihak swasta untuk berkecimpung di bisnis tersebut. Apalagi, terdapat klausul dalam aturan mengenai IPP, PLN harus membeli listrik yang telah diproduksi paling tidak 80 persen dari kontrak. Meskipun listrik tersebut tidak digunakan oleh PLN nantinya.
"Itu kan ada klausul begitu sudah berproduksi, dipakai atau tidak oleh PLN harus dibeli, harus dibayar paling enggak 80 persen dalam kontrak. Jadi bisnis pembangunan pembangkit listrik itu sangat menarik buat pengembang swasta, ya itu tadi, dari hitung-hitungan, mereka sudah berhitung enggak akan rugi karena dibayar oleh PLN dipakai atau tidak dipakai (listrik yang sudah dihasilkan)," kata Alex.
Peringatan ini bukan tanpa alasan disampaikan KPK. Lembaga antikorupsi setidaknya pernah menangani kasus perkara korupsi yang berkaitan dengan IPP, yakni kasus suap proyek PLTU Riau-1 yang sempat menjerat Sofyan Basir selaku Dirut PLN ketika itu. Meskipun, Sofyan Basir divonis bebas oleh Pengadilan Tipikor Jakarta dan dikuatkan oleh putusan Kasasi Mahkamah Agung.
Alex mengaku, wanti-wanti agar kasus PLTU Riau-1 tidak terulang kembali telah disampaikan pihaknya kepada Zulkifli dalam pertemuan hari ini. Kepada pimpinan KPK, Zulkifli berjanji akan meningkatkan profesionalitas jajarannya agar tak tergiur dengan suap atau tindak pidana korupsi lainnya. Meski demikian, Alex menyatakan, sebagai perusahaan yang memonopoli penjualan listrik, PLN sudah sepatutnya mewaspadai adanya intervensi dari pihak yang berkepentingan.
"Ketika menghadapi intervensi dari pihak luar, biar bagaimana pun PLN ini kan perusahaan negara yang mungkin monopolisitik dalam penjualan listrik, enggak ada lagi pihak lain yang menyediakan listrik kecuali PLN," kata Alex.
Selain penguatan integritas dan profesionalitas di jajaran PLN, KPK mendorong agar perusahaan pelat merah itu berhati-hati dan menghitung secara matang dalam menyusun rencana pembangunan listrik ke depan. Hal ini untuk mencegah kelebihan pasokan listrik. Dikatakan, kebutuhan listrik tidak setinggi yang diproyeksikan. Apalagi, mengingat banyak kegiatan usaha yang mengurangi aktivitas ekonominya akibat pandemi virus corona.
"Otomatis pemakaian listriknya turun tapi oversupply. Bahkan dari hitungan PLN sampai tahun 2026 itu masih terjadi oversupply. Nanti kita lihat setelah itu melalui secara bertahap akan berkurang suplainya," kata Alex.
Dalam kesempatan ini, Zulkifli Zaini mengapresiasi dukungan KPK dalam mengawal dan melakukan monitoring langkah PLN untuk mencegah terjadinya korupsi, seperti memperbaiki tata kelola aset.
Zulkifli juga meminta dukungan KPK terkait pembahasan Rencana Usaha Penyedia Tenaga Listrik (RUPTL). Dikatakan, RUPTL yang saat ini masih dibahas akan menjadi pedoman pembangunan kelistrikan selama periode 2021 hingga 2030.
"Kami juga mohon support dari KPK terkait dengan pembahasan draf RUPTL, rencana ini pembangunan tenaga listrik dari tahun 2021-2030 yang saat ini masih dalam pembahasan, dan akan digunakan sebagai pedoman untuk pembangunan kelistrikan di Indonesia di waktu-waktu yang akan datang," katanya.
Sumber: BeritaSatu.com