Generasi Muda Harus Kembalikan Jiwa Nasionalisme

Jakarta – Generasi muda Indonesia harus bisa mengembalikan jiwa nasionalisme seperti yang pernah dilakukan para pahlawan saat merebut kemerdekaan dahulu.
Hal itu penting karena seiring dengan kemajuan teknologi informasi, identitas kebangsaan generasi muda ikut tereduksi oleh berbagai macam paham-paham negatif, termasuk radikalisme dan terorisme.
"Fakta itulah yang membuat saya tidak pernah lelah memberikan wawasan kebangsaan kepada generasi muda, terutama mahasiswa. Ini panting mereka adalah generasi penerus bangsa dan masa depan Indonesia. Kalau ini tidak dilakukan, saya khawatir nanti akan banyak terjadi pengaruh buruk yang akan merusak bangsa dan negara ini," ujar Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Suhardi Alius, saat memberikan kuliah umum kebangsaan di depan sekitar 4.000 mahasiswa Politeknik Keuangan Negara (PKN) STAN, Bintaro, Jakarta, Selasa (13/3).
Menurut Suhardi, generasi muda, terutama mahasiswa STAN, nantinya akan menjadi orang yang mengawaki instansi pemerintah di bidang keuangan. Hal itulah yang membuat mereka harus punya nasionalisme serta profesionalisme yang kuat, agar bisa membawa negara Indonesia semakin maju, mandiri, dan kuat menghadapi serangan ideologi asing.
Ia memberikan contoh saat para pemuda Indonesia yang tergabung Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Batak, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Sekar Rukun, PPPI, Pemuda Kaum Betawi, dan lain-lain, berani menggaungkan persatuan Indonesia melalui Sumpah Pemuda, 29 Oktober 1928. Tekad itu luar biasa karena digaungkan 17 tahun sebelum Indonesia merdeka. Nasionalisme itulah yang harus dibangkitkan kembali para generasi muda Indonesia, terutama mahasiswa, untuk membentengi Indonesia dari berbagai paham radikal terorisme yang mengancam keuntuhan NKRI.
"Negara butuh kita kalian. Masa depan Indonesia jangan dirusak. Generasi muda harus menjadi garda terdepan untuk melawan berbagai hal yang mengancam perdamaian dan keutuhan NKRI," imbuh mantan Kabareskrim Polri ini.
Pada kesempatan itu, Komjen Suhardi Alius menekankan kepada para rektor, baik perguruan tinggi negeri maupun swasta, bahwa infiltrasi radikalisme dan terorisme itu sudah masuk kemana-mana, terutama ke kampus. Contohnya, di salah satu provinsi di Jawa, ada seorang calon dekan yang terafiliasi ISIS hampir lolos dari seleksi dekan. Beruntung, masih bisa terdeteksi dan ia meminta Kemristek Dikti membatalkan pencalonan itu. Di provinsi lain, ada dosen yang juga seorang profesor yang memaksa mahasiswa mengikuti pahamnya dengan mengintimidasi mahasiswa yang tidak mengikuti perintahnya.
Artinya, tidak ada lagi ruang yang luput dari ancaman radikalisme dan radikalisme, setelah kemajuan teknologi dan informasi yang sangat dahsyat, terutama melalui media sosial (medsos).
Untuk itu, ia meminta para generasi muda untuk mempersiapkan dirinya dengan baik menghadapi tantangan masa depan yang pasti akan semakin berat. Apalagi Indonesia adalah yang memiliki wilayah yang sangat luar dengan ribuan pulau dan suku bangsa. Bonus demografi itu membutuhkan orang-orang pintar, profesional yang memiliki pengetahuan, kemampuan, dan akhlak mulia.
Ia juga mengingatkan seluruh civitas akademika di Indonesia agar tidak diam saja menghadapi ‘serangan’ global terutama radikalisme dan terorisme. Ia mengajak seluruh pihak bila ada penyimpangan yang terjadi dan berpotensi merusak keutuhan NKRI, harus segera disikapi dan tidak diam saja.
"Kita harus berani bersuara dan memiliki sense of crisis bila melihat ada penyimpangan, apalagi menyangkut radikalisme dan terorisme yang terjadi di lingkungan kita. Kalau dibiarkan dan tidak cepat diklarifikasi, nanti akan semakin berkembang dan masyarakat menganggap paham itu benar," papar mantan Sestama Lemhanas ini.
Tidak ketinggalan, Suhardi juga memaparkan strategi-strategi penanggulangan terorisme yang telah dan tengah dijalankan BNPT. Terutama upaya-upaya soft approach dengan merangkul mantan napi terorisme untuk menjadi agen perdamaian. Saat ini, sudah ada 127 mantan napiter yang bergabung untuk membantu BNPT melakukan deradikalisasi, terutama kepada rekan-rekan mereka yang masih terpapar paham kekerasan.
Ia bercerita langkah pertama saat baru menjadi Kepala BNPT, yaitu dengan ‘menyentuh’ para mantan teroris di kampungnya Amrozi dan pesantren Khaerul Ghazali di Deli Serdang. Awalnya, ide itu banyak mendapat tentangan, bahkan dicibir oleh mantan teroris, terutama terpidana seumur hidup Ali Imron. Namun, ia benar mewujudkan tekad itu dengan mendatangi Desa Tenggulun, bahkan merangkul mantan teroris di sana. Tidak hanya itu, Suhardi juga menjadi inisiator membangun TPA dan masjid baik di Tenggulun maupun di Pesantren Al Hidayah, Deli Serdang.
BERITA TERKAIT
BERITA TERKINI

Langka! Banjir Menerjang Dataran Tinggi di Malang

Jokowi Ingatkan Perbankan Kucurkan Kredit ke UMKM, Jangan Hanya Beli SBN

Helikopter Militer AS Jatuh di Laut Jepang, 1 Orang Dipastikan Tewas

Piala AFC: Hajar Stallion 5-2, Bali United Bertengger di Posisi 3 Grup G

Kiper Liverpool Alisson Becker Cedera Panjang

Eks Aktivis 98 Sepakat Tolak Fitnah untuk Prabowo-Gibran

Selesai Diperiksa Penyidik, SYL Ngaku Sudah Sampaikan Semua Fakta

Diperiksa soal Dugaan Pemerasan Firli Bahuri, SYL Dicecar 12 Pertanyaan

Lirik Lagu Di Tepian Rindu oleh Davi Siumbing yang Viral di Media Sosial

204 Juta Data Pemilih di KPU Bocor, Menkominfo Sebut Bukan Motif Politik

Dampak Perubahan Iklim Makin Nyata, Jokowi Beberkan Faktanya

Ketidakpastian Global Masih Menghantui, Begini Karakteristiknya

Geledah Rumah di Jakarta, KPK Sita Bukti Dokumen Terkait Kasus Wamenkumham

Ada Gangguan Sinyal di Stasiun Citayam, Perjalanan KRL Tertahan

Lirik Lagu Before You Go dari Lewis Capaldi dan Terjemahannya
1
B-FILES


Pemilu 2024 vs Kesejahteraan Mental Generasi Z
Geofakta Razali
Rakernas IDI dan Debat Pilpres 2024
Zaenal Abidin
Indonesia dan Pertemuan Puncak APEC
Iman Pambagyo