Jakarta, Beritasatu.com- Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) Juni 2019 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga BI - 7 Days Reverse Repo Rate (BI-7DRRR) di level 6%. Sementara, suku bunga deposit facility dan lending facility masing-masing berada pada level 5,25% dan 6,75%.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mengatakan keputusan ini merupakan hasil pertimbangan bank sentral terhadap kondisi ekonomi di luar maupun dalam negeri. Utamanya, mengenai tensi perang dagang yang kian memanas, sehingga mempengaruhi perekonomian global dan volume perdagangan dunia.
"Akibatnya banyak negara-negara yang kebijakan bank sentralnya lebih longgar," tutur dia dalam konferensi pers di Gedung BI, Jakarta, Kamis (20/6/2019).
Disamping itu, ia mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat, diperkirakan lebih rendah, sebab kinerja ekspor menurun disertai dengan stimulus fiskal yang terbatas. Hal ini membuat keyakinan pelaku ekonomi yang belum kuat.
Sementara itu, ekonomi tiongkok diperkirakan melemah karena pelemahan pertumbuhan konsumsi dan investasi. Di sisi lain untuk perkembangan ekonomi Eropa juga melemah karena permasalahan struktural, yakni menuanya populasi penduduk (aging population) serta kinerja ekspor yang belum membaik.
"Tantangan bagi kami ke depan adalah tetap menjaga stabilitas eksternal untuk melakukan ekspor dan menarik modal asing," terang dia.
Perry menyebutkan bahwa perkembangan ekonomi domestik, BI pun mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal II 2019 melandai karena kinerja ekspor yang turun. Eskalasi perang dagang memperlambat ekspor karena menurunnya permintaan dunia dan melandainya harga komoditas.
Kemudian, investasi belum meningkat secara signifikan karena ada perlambatan ekspor. Sehingga, BI menilai permintaan domestik perlu digenjot agar pertumbuhan ekonomi masih bisa tetap tumbuh. Namun, secara keseluruhan, BI menilai pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun ini berada di titik tengah antara 5% hingga 5,4%.
Kedua, BI menilai neraca pembayaran Indonesia kuartal II masih tetap tercatat baik. Surplus transaksi modal dan finansial diperkirakan masih baik meski transaksi berjalan masih akan defisit seiring tren yang berjalan setiap tahun. Meski begitu, BI memperkirakan defisit transaksi berjalan di 2019 lebih rendah dibanding 2018, yakni di kisaran 2% hingga 2,5%.
"Kebutuhan repatriasi dividen dan bunga utang luar negeri yang meningkat di kuartal II serta ekspor masih akan mempengaruhi defisit transaksi berjalan," ujarnya.
Oleh karena itu, Perry menegaskan bahwa BI akan memperkuat sinergi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas terkait dengan meningkatkan ketahanan ekspor, baik dorongna ekspor dan dorong pariwisata.
Meski menahan suku bunga acuan, BI memutuskan untuk menambah kebijakan akomodatif melalui penambahan likuiditas sebagai pembiayaan ekonomi. Sehingga BI menurunkan giro wajib minimum (GWM) rupiah sebesar 50 bps atau 0,5%, baik untuk bank umum konvensional dan bank umum syariah.
Sumber: Investor Daily