Jakarta, Beritasatu.com - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai perlambatan pertumbuhan ekonomi global akibat pandemi Covid-19 menghadirkan tantangan terhadap perekonomian Indonesia. Kondisi ini mendorong para pelaku usaha untuk mengambil sejumlah langkah dan strategi yang tepat, termasuk mencari peluang-peluang pasar baru.
“Perlu ada dorongan agar pelaku usaha Indonesia dapat lebih berorientasi ekspor dan tidak hanya berfokus memenuhi kebutuhan domestik,” kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hubungan Internasional Shinta W Kamdani dalam Jakarta Food Security Summit (JFSS) V, Kamis (19/11/2020).
Shinta mengatakan, peluang ekspor ke negara-negara mitra dagang Indonesia tetap terbuka kendati negara-negara di dunia sedang terpukul oleh pandemi Covid-19. Namun, hambatan dagang tarif dan nontarif masih menjadi tekanan tersendiri bagi komoditas ekspor utama Indonesia, terutama minyak kelapa sawit mentah, karet, dan produk perikanan.
BACA JUGA
Untuk meminimalkan hambatan perdagangan tersebut dan meningkatkan ekspor, Kadin, sambungnya mengusulkan tiga cara. Pertama, meningkatkan produktivitas dan stabilitasi produksi dalam negeri, serta reformasi sektor agrikultur dan perikanan dengan perbaikan iklim usaha.
Kedua, pembenahan mismatch input output antara produksi pangan hulu dengan kebutuhan input industri makanan dan minuman dan pasar ekspor dari segi volume dan standar, serta sinergi dan kerjasama antar elemen pemerintah.
Ketiga, penguatan diplomasi dengan cara melakukan institutional reform pada institusi publik dan swasta yang bertanggung jawab atas promosi, perdagangan, dan investasi melalui kajian-kajian dan penguatan riset pasar.
Sementara itu, menanggapi diskriminasi khususnya oleh Uni Eropa, Menteri Luar Negeri Retno L Marsudi mengaku pemerintah selalu melawan perlakuan yang tidak adil terhadap sejumlah komoditas Indonesia, seperti minyak kelapa sawit. “Saya telah berbicara langsung dengan VP Komisioner Uni Eropa dan menyampaikan pentingnya kemitraan serta pentingnya menyelesaikan diskriminasi terhadap sawit,” katanya.
Retno menegaskan, upaya pemerintah menghilangkan diskriminasi oleh negara lain tidak hanya untuk sawit, tetapi juga kopi, karet, udang dan komoditas lainnya. “Kami selalu bilang kepada negara mitra treat us fairly, tegas dia.
Badan Perdagangan Dunia (WTO) memproyeksikan volume perdagangan dunia akan turun sebesar 9,2% pada 2020. Volume perdagangan global ada kemungkinan baru bisa pulih pada akhir 2021 dengan pertumbuhan sekitar 7,2%. Seiring dengan anjloknya transaksi perdagangan dunia, WTO memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2020 akan minus 4,8% dan diprediksi kembali tumbuh 4,9% pada 2021.
Sumber: BeritaSatu.com