Jakarta, Beritasatu.com - Ketua Komite Penyusun Standar Penilaian Indonesia Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (KSPI MAPPI) Hamid Yusuf menegaskan, penilaian harga pembebasan lahan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), seperti Pertamina dan institusi pemerintah di beberapa proyek strategis nasional tak bisa disamakan antara satu daerah dan daerah lain.
"Itu artinya, penilaian harga lahan bisa lebih rendah atau lebih tinggi. Tetapi, penilaian tentu dilakukan secara objektif dan mengacu pada nilai pasar,” ujar Hamid Yusuf, di Jakarta, Kamis (24/2/2021).
Menurut Hamid, masyarakat harus mengetahui, dalam melakukan penilaian harga, penilai pertanahan sudah memiliki standar, sehingga dilakukan dengan objektif. Namun, wajar jika warga berekspektasi lahan yang dimiliki akan dinilai tinggi saat terkena pembangunan proyek strategis nasional.
Sebelumnya, para pemilik lahan di Kecamatan Balongan, Kabupaten Indramayu Jawa Barat meminta ganti rugi yang mereka terima tidak jauh dari masyarakat di Tuban, Jawa Timur. Warga berharap, Pertamina bisa menaikkan harga lahan mereka.
Hamid menyatakan, dalam melakukan penilaian, penilai pertanahan mengacu pada dua komponen, yaitu fisik dan nonfisik. Fisik bisa meliputi tanah, bangunan, tanaman, dan sebagainya, sedangkan nonfisik memperhitungkan faktor solatium, yaitu hubungan emosional dengan rumah yang akan dibebaskan.
Dia mencontohkan, rumah yang akan dibebaskan memiliki sejarah, karena sudah dihuni selama 30 tahun. Dengan demikian,tentu ada perhitungan kerugian emosional. Begitu pula jika punya warung atau kegiatan usaha tentu menjadi faktor penilaian juga. "Jadi, semua ada hitungannya, termasuk kompensasi biaya pindah,” jelasnya.
Hamid juga menegaskan, pemilik proyek sebagai pembeli lahan sama sekali tidak terlibat dalam proses penilaian terhadap lahan yang akan dibebaskan. Sebab, sesuai Undang-undang Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, penilaian lahan dengan skala besar, yaitu di atas lima hektare, dilakukan penilai pertanahan.
"Jadi, yang menilai harga lahan adalah penilai pertanahan yang berada dalam wadah Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), bukan Pertamina,” tegasnya.
Dia mencontohkan, Pertamina hanya bertindak sebagai pemberi tugas, sedangkan hasil penilaian akan dilaporkan kepada kepala kantor pertanahan sebagai pengguna jasa penilai. Izin penilai pertanahan dikeluarkan Kementerian Keuangan (Kemkeu) dan mendapat lisensi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Dengan demikian, selain penilai pertanahan, memang tidak ada pihak lain sebagai penilai harga lahan untuk kepentingan umum,” pungkasnya.
Sumber: BeritaSatu.com