Orang Tua Korban Tragedi Kanjuruhan Kecewa Hasil Putusan Sidang
Malang, Beritasatu.com - Orang tua korban tragedi Kanjuruhan, di Malang, Jawa Timur, mengaku kecewa dengan hasil putusan sidang dua terdakwa kasus itu. Keluaga menyesalkan vonis hakim jauh di bawah tuntuan jaksa.
Ketua Panitia Pelaksana Pertandingan Arema FC Abdul Haris divonis satu tahun enam bulan, sedangkan Security Officer Suko Sutrisno divonis satu tahun penjara.
Devi Anthok, orang tua korban menilai selama proses sidang tidak sesuai dengan kenyataan dan bukti di lapangan dalam tragedi yang terjadi pada 1 Oktober 2022. Bahkan, dirinya saat menjadi saksi untuk terdakwa Abdul Haris dan Suko Sutrisno pernah diusir Majelis Hakim.
"Hakim justice saya tentang donasi, kenapa saya masih melawan dan masih bersuara. Padahal, saya telah menerima donasi. Saya tolak donasi. Jangan ditukar nilai kedua anak saya dengan rupiah. Saya butuh keadilan dan (terdakwa) dihukum mati seperti kasus lain tentang pembunuhan," katanya kepada wartawan, Rabu (9/3/2023).
Ia pun menyesalkan dengan proses sidang. Dalam persidangan, anaknya disebut meninggal bukan karena gas air mata tapi karena terinjak.
"Ini kan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Anak saya meninggalnya karena gas air mata, mengeluarkan busa, berdarah di mulutnya. Sangat tidak sesuai sidang di Surabaya itu," katanya geram.
Ia mengaku hingga kini terus berjuang. Ia sudah mengajukan agar dilakukan pemeriksaan kepada sejumlah pihak.
"Saya mohon penegak hukum segera menaikkan menjadi sidik, bukan penyidikan lagi. Contohnya, perusakan di kantor arema secepat itu menangani dan menangkap pelaku yang dikriminalisasi. Kenapa proses laporan saya model B, sudah lima bulan masih diam di tempat, belum ada penahanan para tersangka yang menjadi pelaku," katanya.
Hal yang sama dikatakan oleh Cholifatul Noor, orang tua korban lainnya. Ia juga ingin keadilan tragedi kanjuruhan itu.
"Sudah banyak kebohongan, itu polisi mengadili polisi, seperti jeruk makan jeruk menurut saya, tidak bisa adil. Saya ingin menyuarakan hati nurani. Saya berjuang untuk anak saya mulai kecil, dididik sendiri namun saat besar justru dibunuh. Itu bukan musibah tetapi dibunuh. Saya tidak rela sampai sekarang," katanya.
Ia pun mengaku akan berjuang sampai kapan pun saya akan berjuang sampai seadil-adilnya agar para pelaku yang terlibat mendapatkan hukuman sesuai.
"Saya tidak akan diam, karena harapan saya, hidup saya di anak saya. Dia sudah besar, punya prestasi di badminton, sekolahnya juga prestasi tinggal melanjutkan saja, ternyata meninggalnya dengan cara seperti ini," kata Cholifatul Noor dengan berurai air mata.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini